BUKAN
SEKEDAR ‘GELEMBUNG’
Makalah Biofisika Umum
Oleh
Kelompok 2
Layyinah
Ayu S G84100015
Habib Vio
Nanda G84100054
Yuli
Capriyanti G84100066
DEPARTEMEN
BIOKIMIA
FAKULTAS
MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT
PERTANIAN BOGOR
2011
A.
PENDAHULUAN
Paru
– paru merupakan organ vital bagi manusia. Dengan menggunakan paru – paru,
manusia melakukan proses respirasi untuk memasukkan dan mengeluarkan udara.
Ada
bagian kecil dan sangat penting pada paru yang bernama alveoli. Di sini lah
terjadi proses pertukaran oksigen dengan karbondioksida. Proses ini telah
dirancang sedemikian rupa sehingga proses respirasi dapat berjalan dengan baik.
Tetapi
ada beberapa penyakit/kelainan yang terjadi karena kekacauan pada rongga
alveoli. Contohnya adalah atelektasis dan kematian yang terjadi pada bayi baru
lahir saat pertama kali bernapas. Kedua contoh tersebut disebabkan oleh hal
yang sama, yaitu ketidakefektifan pertukaran gas pada alveoli dan tidak adanya
surfaktan (lipoprotein) yang mengatur perubahan ukuran alveoli.
Proses
yang terjadi pada alveoli saat pertukaran udara dapat dijelaskan dengan
pendekatan fisika sehingga dapat diukur tekanan dan volume udaranya. Makalah
ini ditulis untuk mempelajari cara kerja alveolus dalam sistem pernapasan
dengan pendekatan fisika. Juga untuk menjelaskan teknik yang dipakai oleh
alveoli untuk mengatasi masalah yang biasa muncul pada gelembung yang terhubung
satu sama lain dan tegangan permukaan yang terlalu tinggi.
B. ISI
1.
BIOFISIKA
Biofisika
merupakan studi interdisipliner yang mempelajari fenomena – fenomena dan
masalah – masalah biologis dengan metode, prinsip, teknik, dan pendekatan
fisika. Yang dipelajari dalam cabang ilmu biofisika adalah semua level
organisasi biologis, dari tingkat molekuler sampai tingkat ekosistem. Biofisika
mempunyai hubungan yang saling melengkapi dengan biokimia, nanoteknologi, bioengineering, agrofisik, dan
biosistem. Biofisika sendiri dikenal sebagai jembatan penghubung antara biologi
dan fisika (White 1974).
Dalam
ilmu dasar fisika, telah dipelajari tentang fluida. Baik itu fluida statis
maupun dinamis. Fluida (zat alir) adalah zat yang dapat mengalir misalnya zat
cair dan gas. Fluida memiliki sifat tidak menolak perubahan bentuk dan
kemampuan mengalir. sifat ini dikarenakan tidak dapat mengadakan tegangan geser
dalam ekuilibrium statis. Konsekuensi dari sifat ini adalah Hukum Pascal yang
menekankan pentingnya tegangan dalam mengarakteristisasi bentuk fluid. Sehingga
fluida adalah zat yang mampu terdeformasi secara berkesinambungan dengan mudah
walaupun hanya diberi tegangan geser sedikit (Cameron 1999).
Fluida
statis yaitu materi yang mempelajari tentang fluida yang tetap berdiam di
tempatnya dan tak ada yang bergerak atau berpindah. Sedangkan fluida dinamis
adalah materi yang mempelajari fluida yang sedang bergerak.
Di
dalam tubuh terdapat fluida yang tetap maupun yang bergerak. Fluida ini
biasanya mengisi bagian atau rongga tertentu dalam tubuh. Kebanyakan sebagai
zat pengisi dalam sel (sitoplasma), tetapi ada juga yang mengisi rongga alveoli
pada paru – paru. Cairan yang mengisi alveolus tentu saja mempunyai tegangan
permukaan tertentu seperti fluida lain (Gabriel 1988).
Tegangan permukaan adalah gaya persatuan panjang yang
harus dikerjakan sejajar permukaan untuk mengimbangi gaya tarikan ke dalam pada
cairan (White 1974).
2.
SISTEM PERNAPASAN
Sebagai makhluk hidup, manusia melakukan respirasi
untuk mengubah oksigen menjadi energi. Sebelum terjadi respirasi sel, manusia
melakukan proses bernama proses bernapas yaitu proses memasukkan zat yang akan
digunakan untuk respirasi sel dan mengeluarkan zat sisa hasil respirasi sel
melalui alat pernapasan.
(Anonim 2000)
Sistem
pernapasan berperan penting untuk mengatur pertukaran antara oksigen dan
karbondioksida antara udara dan darah. Untuk melakukan pertukaran gas, sistem
kardiovaskular dan sistem respirasi harus bekerja sama. Sistem kardiovaskular
bertanggung jawab untuk perfusi darah melalui paru. Sistem pernapasan melakukan
dua tugas yang terpisah: ventilasi dan respirasi.
Alat pernapasan pada manusia secara garis besar
berurutan dari luar adalah hidung, pangkal tenggorok (laring), batang tenggorok
(trakea), cabang batang tenggorok (bronkus), dan paru – paru. Di dalam paru –
paru terdapat bagian kecil yang sangat banyak dan berbentuk seperti buah anggur.
Bagian ini berongga – rongga sehingga memungkinkan menampung udara cukup
banyak. Inilah yang disebut dengan alveolus (Anonim 2000).
3.
RESPIRASI
Respirasi adalah difusi gas antara alveolus dengan
kapiler darah. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi respirasi. Kecepatan
difusi gas ditentukan dengan persamaan . Dimana D adalah kecepatan difusi, Xa adalah konsentrasi gas
dalam alveolus, Xc adalah konsentrasi gas
dalam kapiler, SA adalah luas
permukaan yang tersedia untuk difusi, T adalah
suhu larutan, d adalah jarak yang
harus ditempuh difusi, seangkan k adalah
konstanta fisika yang memperhitungkan karakteristik non-variabel gas (Cameron
1999).
4.
ALVEOLUS
Salah satu unit
fungsional paru adalah alveoli. Ada lebih dari seribu alveoli di tiap paru –
paru. Alveoli adalah kantong kecil berisi udara yang melakukan difusi oksigen,
karbondiksida, dan gas lainnya.
Jumlah alveoli yang sangat banyak pada masing – masing
paru – paru menjamin ketersedian area yang cukup untuk difusi gas. Jika aliran
udara masuk ke dalam alveoli terhambat, alveoli akan kolaps dan tidak mampu
melakukan pertukaran gas. Jika pertukaran gas terhambat, individu bisa
mengalami hipoksia atau tidak sadar, bahkan kematian (Shier 2007).
5.
SURFAKTAN
Sel – sel tertentu dalam alveolus yang disebut sel
alveolus tipe II memproduksi suatu cairan penting yang disebut surfaktan yang
membantu mengurangi tegangan permukaan alveolus sehingga alveolus mudah
dikembangkan. Surfaktan adalah fosfolipid yang bekerja seperti detergen untuk
memisahkan molekul – molekul air dalam alveolus sehingga melemahkan ikatan di
antara molekul tersebut. Hal ini menurunkan tegangan permukaan dan
kecenderungan pembuluh untuk kolaps (Tuszynski 2002).
6.
FISIKA ALVEOLUS
Alveoli
secara fisik mirip dengan jutaan gelembung yang terhubung satu sama lain.
Alveoli memiliki kecenderungan mengecil karena tegangan permukaan dari lapisan
cairannya yang unik. Lapisan ini, suatu jenis surfaktan, sangat penting untuk
fungsi paru. Tidak adanya surfaktan pada beberapa neonatus, terutama bayi
premature, menyebabkan sindrom distress pernapasan (RDS) idiopatik atau
penyakit membran hialin (Cameron 1999).
Untuk
memahami fisika alveolus, kita perlu memahami fisika gelembung. Tekanan di
dalam gelembung berbanding terbalik dengan jari – jari dan berbanding lurus
dengan tegangan permukaan γ (gamma). Hubungan pastinya adalah , suatu bentuk
dari hukum Laplace. Perhatikan gelembung sabun pada mulut sebuah tabung yang
dipisahkan oleh sebuah katup, seperti gambar.
(Poullis 1990)
Karena
gelembung kecil mempunyai tekanan internal lebih besar (R lebih kecil),
gelembung tersebut akan menyalurkan udara ke dalam gelembung besar. Walaupun
alveolus tidak sama persis dengan gelembung sabun, alveolus yang lebih kecil cenderung
kolaps. Keadaan dimana banyak dari alveolus yang kolaps disebut atelektasis.
Penyebab mengapa tidak banyak alveolus yang kolaps adalah adanya tegangan
permukaan (surface tension) yang khas
dari surfaktan (Gabriel 1988).
Tegangan permukaan γ suatu cairan dapat diketahui
dengan mengukur berapa besar gaya yang diperlukan untuk menarik sebuah
lingkaran kawat dari permukaan cairan yang bersih. Tegangan permukaan pertemuan
permukaan air-udara 72 x 10-5 N/m. untuk pertemuan plasma-udara
sekitar 40 sampai 50 x 10-5 N/m, sedangkan tegangan permukaan
larutan detergen-udara berkisar dari 25 sampai 45 x 10-5 N/m. ukuran
kualitatif suatu tegangan permukaan diukur dari berapa lama gelembung kecil
dari suatu cairan dapat bertahan. Semakin rendah tegangan permukaan, semakin
lama gelembung bertahan. Pengamatan menunjukkan bahwa gelembung yang
dikeluarkan dari paru bersifat sangat stabil, bisa bertahan berjam – jam. Dapat
disimpulkan bahwa gelembung tersebut memiliki tegangan permukaan yang sangat
rendah sehingga tekanan di dalam gelembung juga rendah (White 1974).
Tegangan permukaan surfaktan yang melapisi alveolus
orang sehat berperan sangat penting dalam fungsi paru. Tegangan permukaan
surfaktan tidaklah konstan.
(Poullis 1990)
Menunjukkan tegangan permukaan sebuah film/lapisan
ekstrak paru normal yang mengandung surfaktan. Perhatikan penurunan besar γ
seiring berkurangnya luas permukaan. Karakteristik ini menyebabkan tegangan
permukaan alveolus mengecil seiring dengan mengecilnya alveolus saat ekspirasi.
Untuk masing – masing alveolus terdapat suatu ukuran saat tegangan permukaannya
turun cukup cepat sehingga tekanan mulai menurun bukan terus meningkat, dan hal
ini menyebabkan alveolus menjadi stabil sekitar seperempat dari ukuran
maksimumnya. Alveolus yang tidak dilapisi surfaktan, seperti pada bayi RDS,
kolaps seperti gelembung kecil, dan diperlukan tekanan yang cukup besar untuk
membukanya kembali. Bayi dengan RDS mungkin tidak mempunyai energi untuk
bernapas dengan paru yang keregangannya rendah. Salah satu terapinya adalah
bernapas dengan tekanan positif untuk membantu membuka alveolus.
Kurva P-V untuk potongan paru manusia
(Poullis
1990)
Apabila paru kolaps total, diperlukan tekanan cukup
besar untuk mulai mengembangkannya, serupa dengan upaya ekstra untuk mulai
meniup balon karet. Dari titik ini, paru mengembang dengan agak mudah sampai
mendekati ukuran maksimumnya. Kurva tekanan saat deflasi berbeda dengan saat
inflasi. Saat tekanan turun menjadi nol, paru tetap menahan sebagian udara.
Diperlukan tekanan yang lebih kecil untuk mengembangkan paru lagi, walaupun
reinflasi tidak akan mengikuti kurva deflasi. Proses siklis dengan kurva –
kurva yang berlainan diikuti oleh dua belahan dari siklus dikatakan
memperlihatkan histerisis. Daerah di
bawah lengkung sebanding dengan energi yang hilang sebagai panas selama siklus.
7.
ATELEKTASIS
Kolapsnya paru – paru atau alveolus disebut
atelektasis. Alveolus yang kolaps tidak mengandung udara sehingga tidak dapat
ikut serta dalam pertukaran gas. Hal ini akan mengurangi luas permukaan yang
diperlukan untuk melakukan difusi (Gabriel 1988).
(Anonim 2009)
Kolapsnya alveolus yang belum terbuka disebut
atelektasis primer. Sedangkan alveolus yang sebelumnya terbuka lalu kolaps
disebut atelektasis sekunder.
C. KESIMPULAN
Berdasarkan
uraian yang telah ditulis, dapat ditarik kesimpulan bahwa tegangan permukaan pada
alveolus dapat direduksi menjadi hampir seperempatnya karena adanya zat khas
yang disebut surfaktan. Karena tegangan permukaan surfaktan yang tidak konstan
mengakibatkan alveolus bisa bekerja dengan fleksibel sehingga tidak terjadi
kolaps (atelektasis). Surfaktan bekerja seperti detergen dalam air, yaitu
memisahkan molekul – molekul air sehingga tegangan permukaannya berkurang.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim. 2000. Sistem Respirasi pada Manusia[terhubung
berkala] http://bebas.ui.ac.id/v12/sponsor/Sponsor-Pendamping/Praweda/Biologi/0075%20Bio%202-8b.htm
(Jumat 14 Oktober 2011).
Anonim. 2009. Atelectasis[terhubung berkala] http://www.lhsc.on.ca/Patients_Families_Visitors/CCTC/Words/atelec.htm
(Jumat 14 Oktober 2011)
Cameron J R,
Skofronik J G, Grant R M. 1999. Fisika
Tubuh Manusia. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Corwin E J.
2008. Handbook of Pathophysiology. USA:
Lippincott Williams and Wilkins.
Gabriel J F.
1988. Fisika Kedokteran. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Poullis M. 1990.
Forces Involved in Mechanic of
Ventilations[terhubung berkala] http://www.mpoullis.net/bsphysiol/pulmonary%20physiology/Pulmonary%20Physiology4_files/mechanics_ventilation.html
(Jumat 14 Oktober 2011).
Shier D B J and
Lewis R. 2007. Hole's Human Anatomy and
Physiology, 11th Edition. Boston: McGraw-Hill and Company.
Sloane E. 1994. Anatomy and Physiology: An Easy Learner. Sudbury: John and Barlett Publishers.
Tuszynski J A
and Dixon J M. 2002. Biomedical
Applications of Introductory Physics.
USA: Wiley Publishers.
White D C S. 1974. Biological
Physics. London: Chapman and Hall.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar